Beranda | Artikel
Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 118
Jumat, 5 Oktober 2018

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Yahya Badrusalam

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 118 adalah kajian tafsir Al-Quran yang disampaikan oleh: Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. Kajian ini beliau sampaikan di Masjid Al-Barkah, komplek studio Radio Rodja dan RodjaTV pada Selasa, 30 Dzul Hijjah 1439 H / 18 September 2018 M. 

Kajian Tafsir Al-Quran: Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 118

Dalam ayat ke 118 ini Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَقَالَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ لَوْلَا يُكَلِّمُنَا اللَّـهُ أَوْ تَأْتِينَا آيَةٌ ۗ كَذَٰلِكَ قَالَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِم مِّثْلَ قَوْلِهِمْ ۘ تَشَابَهَتْ قُلُوبُهُمْ ۗ قَدْ بَيَّنَّا الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ ﴿١١٨﴾

Dan orang-orang yang tidak mengetahui berkata: “Mengapa Allah tidak (langsung) berbicara dengan kami atau datang tanda-tanda kekuasaan-Nya kepada kami?” Demikian pula orang-orang yang sebelum mereka telah mengatakan seperti ucapan mereka itu; hati mereka serupa. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Kami kepada kaum yang yakin.” (QS. Al-Baqarah[2]: 118)

Faidah Surat Al-Baqarah Ayat 118

Pada kajian sebelumnya, kita telah sedikit membahas tentang ayat ini. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimi  berkata, adapun faidah-faidah yang bisa kita petik dari ayat ini adalah:

Pertama, bahwa orang-orang ahli batil berdebat juga dengan kebatilan. Hal ini dikarenakan mereka meminta kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mendatangkan ayat-ayatNya. Disini mereka ingin berdebat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan cara meminta sesuatu yang besar. Padahal sebenarnya ayat-ayat Al-Qur’an yang datang kepada mereka sudah lebih dari cukup. Bahkan mereka sendiri sebetulnya yakin bahwa ayat-ayat Al-Qur’an tersebut tidak mungkin berasal dari ucapan manusia. Tapi masalahnya ada kesombongan dan sengaja menentang.

Inilah alasan yang tentunya tidak masuk diakal. Sebab ayat-ayat mukjizat yang dibawakan oleh para Rasul itu sudah sangat cukup untuk membuat manusia yakin akan kebenaran risalah mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diberikan mukjizat paling banyak diantara para Nabi. Bahkan orang-orang Quraisy sudah melihat mukjizat itu. Allah memperlihatkan bulan yang terbelah. Mereka melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam mengeluarkan air dari jari-jemarinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bisa memperbanyak makanan dan yang lainnya. Itu semua tidak membuat mereka beriman. Karena masalahnya mereka mendustakannya.

Kedua, orang yang tidak mau tunduk kepada kebenaran disifati oleh Allah sebagai orang yang jahi. Meskipun mereka mengetahui bahwa itu kebenaran. Sebab orang-orang Musyrikin sebenarnya tahu dan yakin bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam itu benar. Fir’aun juga mengakui bahwa Nabi Musa alaihis sholatu wassalam benar. Sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

ثُمَّ بَعَثْنَا مِن بَعْدِهِم مُّوسَىٰ بِآيَاتِنَا إِلَىٰ فِرْعَوْنَ وَمَلَئِهِ فَظَلَمُوا بِهَا ۖ فَانظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ ﴿١٠٣﴾

Kemudian Kami utus Musa sesudah rasul-rasul itu dengan membawa ayat-ayat Kami kepada Fir’aun dan pemuka-pemuka kaumnya, lalu mereka mengingkari ayat-ayat itu. Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang membuat kerusakan.” (QS. Al-A’raf[7]: 103)

Jadi dalam lisan syariat, orang jahil bukanlah sebatas orang yang tidak tahu saja. Tapi juga buat orang yang tahu tapi tidak mau mengamalkannya. Misalnya kita memberitahu kepada teman kita jika air dalam gelas mengandung racun. Tapi tetap dia minum. Bukankah prilakunya adalah sebuah kebodohan meskipun dia sudah tahu? Ini sama halnya dengan orang yang tahu bahwa maksiat menjerumuskan kedalam neraka namun tetap dilakukan.

Ketiga, orang-orang Musyrikin memiliki keyakinan, menetapkan dan mengakui bahwa Allah berbicara dengan huruf dan suara. Dan keyakinan inipun diyakini oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Tapi aneh, ada sebagian firqah Islam yang tidak meyakini Allah berbicara. Yaitu firqah Mu’tazilah, demikian pula Jahmiyyah. Ini adalah dua firqah yang tidak meyakini bahwa Allah bisa bicara.

Orang Mu’tazilah mengatakan bahwa Allah tidak mungkin berbicara. Oleh karena itu orang Mu’tazilah menganggap Al-Qur’an adalah makhluk dan bukan firman Allah. Begitupun kaum Jahmiyyah.

Sementara kita Ahlussunnah wal Jama’ah memiliki keyakinan bahwa Allah berbicara dengan suara yang terdengar dan dengan huruf.

Lalu apa faidah selanjutnya dari Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 118?

Simak dan Download MP3 Kajian Tafsir Al-Quran: Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 118


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/44809-tafsir-surat-al-baqarah-ayat-118/